Sabtu, 26 November 2016

PROSES, ETIOLOGI DAN JENIS PERADANGAN




Pengertian  Peradangan
 
Bila sel-sel atau jaringan tubuh mengalami cidera atau mati, selama hospes tetap hidup, ada respon yang mencolok pada jaringan hidup disekitarnya, respon tersebut itulah yang dinamakan dengan peradangan. 

Secara khusus, peradangan adalah reaksi vaskuler yang hasilnya merupakan pengiriman cairan, zat-zat terlarut pada sel-sel dari sirkulasi darah ke jaringan-jaringan interstisial pada daerah cidera atau nekrosis.

Etiologi Peradangan

Perjalanan dari suatu proses peradangan (contoh:staphylococcus aureus).

Bila staphylococcus aureusdimasukan kedalam kulit maka akan timbul kemerahan, nyeri dan pembengkakan. Hal ini dinamakan suatu infiltrate peradangan (furunkel).

Bila lekosit menang, satu rongga berisi nanah akan terbentuk, disebut abses yang diagnosisnya ditegakan dengan adanya fluktuasi. 

Nanah adalah suatu cairan pekat yang berisi kuman yang hidup dan mati serta lekosit yang hidup dan mati.

Sering disertai nyeri dan demam. Ubi pus evacua (semua nanah harus dikeluarkan).

Bila lekosit Kalah, mungkin akan timbul:

·         Limfangitis.

Suatu peradangan yang disertai kemerahan dan nyeri pada pembuluh limfe yang berasal dari tempat peradangan sampai pada kelenjar getah bening regional.

·         Flegmon.

Infiltrasi difus dari bakteri dan granulosit yang menyebar dari tempat keseluruh jaringan disekitarnya.

·         Bakteremi (sepsis).

Keadaan dimana bakteri menyebar didalam aliran darah.

·         Emboli septic.

Bagian thrombus yang terinfeksi oleh bakteri yang terlepas dan dibawa oleh aliran darah ke tempat atau organ tubuh lainnya.

·         Metastatis septik.

Timbul apabila bakteri dari tempat asal peradangan di transportasikan oleh aliran darah sehingga timbul abses baru ditempat lain.

Radang yang disebabkan oleh ulangan oleh kuman yang sama dapat menunjukkan 2 hal :

·         Radang disertai banyak eksudat dan nekrosis.
·         Radang disertai daya fagositas leukosit dan makrofag yang menigkat.

Radang yang terutama menunjukkan banyaknya eksudat dan nekrosis dinamai radang alergik.

Reaksi alergi ini dapat berlangsung  sangat keras dan dapat merugikan. Radang yang menunjukkan fagositosis sel yang mengikat akan cepa sembuh. Reaksi demikian dinamai reaksi imum.

Pengaruh kartison pada radang

Kartison mengurangi kerasnya reaksi. Eksudat berkurang, jumlah limfosit dan leukosit berkurang demikian pula daya fagositosis sel-sel ini berkurang. Maka itu kartison terutama berfaedah pada radang alergik, yaitu untuk mengurangi nekrosis yang terjadi. Akan tetapi pada radang yang disebabkan kuman yang virulan, kartison ini berbahaya karena memberi kesempatan pada kuman-kuman ini berproliferasi, menjadi banyak dan meluas.

Kartison juga menghambat terjadinya jaringan ikat, jadi menghambat terjadinya fibrosis. Kartison diberi pada beberapa penyakit manahun sebagai pada arthritis manahun dan pada periarteritis nodosa.

Radang kronik ( radang anahun) : disebabkan olh kuman yang sukar dimusnahkan akan tetai yang menimbulkan reaksi jaringan yang tidak keras. Reaksi menimbulkan sedikit cairan eksudat dan sel-sel yang tampak ialah limfosit, sel-sel yang berasal dari histotiosit sebagai makrofag, dan sel plasma. Sel makrofag sering berkumpul banyak sehingga membentuk tuberkel, juga tampak banyak proliferasi fibroblas.

Karena itu banyak radang khronik dinamai radang granulomatosa atau radang produktif. Di antara radang-radang granulomatosa ini ialah tuberkulosis, syphilis, lepra, dan mycosis yang disebabkan oleh fungus ( jamur). Pada tuberkulosis, sel histiosit protoplasmanya menjadi jernih karena mengandung zat lipoid sehingga menyerupai sel epitel, dinamai sel epiteloid. Histiosit ini sering tampak bersatu sehingga menjadi sel datia.

Radang hati atau ginjal dapat menyebabkan nekrosis sel-sel parenchym dan menyebabkan  proliferasi fibriblas sehingga sel-sel parenchym diganti oleh jaringan ikat, yang tentunya tidak dapat menggantikan fungsi sel parenchym. Jaringan ikat ini kemudian dapat berkontraksi sehingga mengubah bentuk alat tubuh bersangkutan. Appendix yang fibrotik akibat radang sering disebut appendicitis yang manahun, tetapi sebenarnya pada keadaan ini tidak ada “ itis “ lagi. Yaitu tidak ada radang, tetapi hanya terdapat fibrosis akibat radang.

Gambaran Mikroskopis Peradangan Akut

Peradangan akut adalah respon langsung dari tubuh terhadap cideraatau kematian sel. Gambaran mikroskopis peradangan sudah diuraikan 2000 tahun yang lampau dan masih dikenal sebagai tanda-tanda pokok peradangan yang mencakup kemerahan (rubor), panas (kalor), nyeri (dolor), dan pembengkakan (tumor).

Tanda pokok yang kelima ditambahkan pada abad sekarang ini, yaitu perubahan fungsi (function laesa).

·         Rubor (kemerahan).

Rubor biasanya merupakan hal pertama yang terlihat pada daerah yang mengalami peradangan. Waktu reaksi peradangan mulai timbul, maka arteriol yang mensuplai daerah daerah tersebut melebar, dengan demikian lebih bannyak darah mengalir kedalam mikrosirkulasi local. Kapiler-kapiler yang sebelumnya kosong atau sebagian saja yang meregang dengan cepat akan terisi oleh darah. Keadaan ini yang dinamakan hyperemia atau kongesti, menyebabkan warna merah lokal karena peradangan akut. Timbulnya hyperemia pada permulaan reaksi peradangan diatur oleh tubuh, baik secara neurogenik maupun secara kimia, melalui pengeluaran zat seperti histamine.

·         Kalor (panas).

Kalor terjadi bersamaan dengan kemerahan dari reaksi peradangan akut. Sebenarnya panas merupakan sifat reaksi peradangan yang hanya terjadi pada permukaan tubuh, yang dalam keadaan normal lebih dingin dari 370 C, yaitu suhu dalam tubuh. Daerah peradangan pada kulit menjadi lebih panas dari sekelilingnya, sebab darah (pada suhu 370  C) yang disalurkan tubuh ke permukaan daerah yang terkena lebih lebih banyak dari pada yang disalurkan kedaerah normal. Fenomena panas lokal ini tidak terlihat pada daerah-daerah yang terkena radang jauh didalam tubuh, karena jaringan-jaringan tersebut sudah mempunyai suhu inti 370 C dan hyperemia tidak menimbulkan perubahan.

·         Dolor (nyeri).

Dolor dari reaksi peradangan dapat disebabkan oleh beberapa hal, misalnya, bahan pH lokal atau kongesti lokal ion-ion tertentu dapat merangsang ujung-ujung saraf. Pengeluaran zat kimia tertentu seperti histamin atau zat kimia bioaktif lainnya juga dapat merangsang sel-sel saraf. Selain itu, pembengkakan jaringan yang meradang juga dapat mengakibatkan penigkatan tekanan lokal yang tanpa diragukan lagi juga dapat menimbulkan nyeri.

·         Tumor (pembengkakan).

Segi paling mencolok dari peradangan akut mungkin adalah pembengkakan lokal (tumor). Pembengkakan ditimbulkan oleh pengiriman cairan dan sel-sel dari sirkulasi darah kejaringan-jaringan interstisial. Campuran dari cairan dan sel yang tertimbun paada daerah peradangan disebut eksudat, pada keadaan dini reaksi peradangan , sebagian besar eksudat adalah cair, seperti yang terjadi pada lepuhan yang disebabkan oleh luka bakar ringan. Kemudian sel-sel darah putih atau leukosit meninggalkan aliaran darah dan tertimbun sebagai bagian dari eksudat.

·         Function laesa (perubahan fungsi).

Adalah reaksi peradangan yang telah dikenal, sepintas lalu mudah dimengerti, mengapa bagian yang bengkak, nyeri disertai denagn sirkulasi abnormal dan lingkungan kimiawi yang abnormal, berfungsi juga secara abnormal. Namun sebetulnya kita tidak mengetahui secara mendalam dengan cara apa fungsi jaringan yang meradang itu terganggu.

Aspek Cairan pada Peradangan

Biasanya dinding saluran darah yang terkecil (kapiler dan venula) memungkinkan molekul-molekul kecil lewat, tetapi akan menahan molekul-molekul yang besar seperti protein plasma untuk tetap didalam lumen pembuluh. Sifat pembuluh yang semipermeabel ini menyebabkan gaya osmotik yang cenderung untuk menahan cairan dalam pembuluh. Hal ini juga diimbangi oleh dorongan keluar dari tekanan hidrostatik didalam pembuluh. Pergeseran cairan dalam reaksi peradangan sangat cepat. 

Eksudat dari peradangan luka bakar akibat cidera termal mengandung protein plasma yang cukup berarti. Jadi, peristiwa penting dari peradangan akut adalah perubahan permeabilitas pembuluh-pembuluh yang sangat kecil yang menyebabkan kebocoran protein dan diikuti pergeseran keseimbangan osmotik dan air keluar bersama protein, sehingga menimbulkan pembengkakan jaringan. Dilatasi arteriol yang menimbulkan hiperemia lokal dan kemerahan juga mengakibatkan kenaikan tekanan intravaskuler lokal, karena pembuluh darah penuh. 

Dalam sistem limfatik, biasanya ada penembusan lambat cairan interstisial kedalam saluran limfe jaringan dan limfe yang terbentuk dibawa kesentral dalam badan dan bergabung kembali kedarah vena. Daerah yang terkena radang biasanya terjadi kenaikan yang mencolok pada aliran limfe daerah tersebut. Selama peradangan akut, tidak hanya aliran limfe yang bertambah, tetapi kandungan protein dan sel dari cairan limfe juga bertambah dengan cara yang sama seperti pada sistem vaskuler darah. 

Tetapi sebaliknya, bertambahnya aliran bahan-bahan melalui pembuluh limfe menguntungkan, karena cenderung mengurangi pembengkakan jaringan yang meradang dengan mengosongkan sebagian dari eksudat. 

Bila pembuluh limfe terkena radang, disebut dengan limfangitis dan jika kelenjar limfe yang terkena radang, maka disebut dengan limfadenitis. Limfadenitis regional sering menyertai peradangan, salah satu contoh yang terkenal adalah pembesaran kelenjar limfe servikal, yang nyeri terlihat pada tonsillitis.

Aspek Seluler pada Peradangan

·         Marginal dan Emigrasi.

Pada awal peradangan akut, waktu arteriol berdilatasi, aliran darah radang bertambah, namun sifat aliran darah segera berubah. Hal ini disebabkan karena cairan bocor keluar dari mikrosirkulasi yang permeabilitasnya bertambah. Sejumlah besar dari eritrosit, trombosit dan leukosit ditinggalkan, dan viskositas naik, sirkulasi didaerah yang terkena radang menjadi lambat. Hal menyebabkan leukosit akan mengalami marginasi, yaitu bergerak kebagian arus perifer sepanjang aliran pembulh darah, dan mulai melekat pada endotel. Akibatnya pembuluh darah tampak seperti jalan berbatu, peristiwa ini disebut dengan emigrasi.

·         Kemotaksis.

Pergerakan leukosit pada interstisial dari jaringan yang meradang, waktu mereka sudah beremigrasi, merupakan gerakan yang bertujuan. Hal ini disebabkan adanya sinyal kimia. Fenomena ini disebut dengan kemotaksis.

Mediator peradangan.

Banyak substansi yang dikeluarkan secara endogen, yang dikenal dengan substansi dari peradangan.

Mediator dapat digolongkan kedalam beberapa kelompok:
a.       Amina vasoaktif.
b.      Substansi yang dihasilkan oleh sistem enzim plasma.
c.       Metabolit asam arakhidona.
d.      Berbagai macam produk sel.

·           Histamine.

Amina vasoaktif yang terpenting adalah histamin, yang mampu menghasilkan vasodilatasi dan penigkatan permeabilitas vaskuler. Sebagian besar histamin disimpan dalam sel mast yang tersebar luas dalam tubuh.

·         Factok-faktor plasma.

Plasma darah adalah sumber yang kaya akan sejumlah mediator penting. Agen utama yang mengatur sistem ini adalah faktor Hageman (faktor XII), yang berada dalam plasma, dalam bentuk tidak aktif dan dapat diaktifkan oleh berbagai cidera.

·         Metabolit asam arakhidonat.

Berasal dari banyak fosfolipid membrane sel, ketika fosfolipid diaktifkan oleh cidera atau mediator lain. Asam arakhidonat dapat dimetabolisasikan dalam dua jalur yang berbeda, yaitu jalur siklooksigenase dan jalur lipoksigenase, menghasilkan sejumlah prostaglandin, trombokson dan leukotrin.

Jenis dan Fungsi Leukosit

·         Granulosit.

Granulosit terdiri dari netrofil, eosinofil dan basofil, masing-masing memiliki granula dalam sitoplasma.

Sel-sel pertama yang timbul dalam jumlah besar didalam eksudat adalah netrofil. Netrofil mampu bergerak aktif seperti amoeba dan mampu menelan berbagai zat (fagositosis).

Eosinofil memberikan respon terhadap  rangsangan kemotaktik khas tertentu pada reksi alergi dan mengandung zat-zat yang toksik terhadap parasi-parasit tertentu dan zat-zat yang memperantarai peradangan.

Basofil berasal dari sumsum tulang seperti granulosit lainnya. Basofil darah dan sel mast jaringan dirangsang untuk melepaskan kandungan granulanya kedalam lingkungan sekitarnya pada berbagai keadaan cidera, baik rekasi imunologis maupun reaksi nonspesifik.

·         Monosit.

Merupakan bentuk monosit yang berbeda dari granulosit, karena susunan morfologi intinya dan sift sitoplasmanya yang relatif agranular. Sel yang sama, yang terdapat dalam pembuluh darah disebut juga dengan monosit, dan jika terdapat dalam eksudat, disebut dengan makrofag.

Makrofag mempunyai fungsi yang sama denganfugsi netrofil polimorfonuklear, dimana makrofag adalah sel yang bergerak aktif yang memberi respon terhadap rangsang  kemotaksis, fagosit aktif dan mampu mematikan serta mencerna berbagai agen.

·         Limfosit.

Umumnya terdapat pada eksudat dalam jumlah yang sangat kecil, dalam waktu yang cukup lama, yaitu sampai reaksi peradangan menjadi kronik.

Leukosit yang telah dimobilisasi tidak hanya menangkap mikroba yang menyerbu, tetapi juga menghancurkan sisa jaringan hingga proses perbaikan dapat dimulai.

Bentuk Peradangan

·         Eksudat nonseluler.

a.       Eksudat serosa.

Jenis eksudat nonseluler yang paling sederhana adalah eksudat serosa, yang pada dasarnya terdiri dari protein yang bocor dari pembuluh-pembuluh darah saat radang. Contoh eksudat serosa adalah cairan luka melepuh. Pengumpulan yang disebabkan oleh tekanan hidrostatik, bukan disebabkan oleh peradangan, disebut dengan transudat.

b.      Eksudat fibrinosa.

Terbentuk jika protein yang dikeluarkan dari pembuluh dan terkumpul pada daerah peradangan yang mengandung banyak fibrinogen. Eksudat fibrinosa sering dijumpai diatas permukaan serosa yang meradang.

c.       Eksudat misinosa.

Jenis eksudat ini hanya dapat terbentuk diatas membrane mukosa, dimana terdapat sel-sel yang dapat mensekresi musin. Eksudat ini merupakan sekresi sel, bukan dari bahan yang keluar dari pembuluh darah. Contoh eksudat ini adalah pilek yang disertai berbagai infeksi pernapasan bagian atas.

·         Eksudat seluler.

a.       Eksudat netrofilik.

Disebut juga dengan purulen yang terbentuk akibat infeksi bakteri. Infeksi bakteri sering menyebabkan konsentrasi netrofil yang luar biasa tingginya didalam jaringan, banyak dari sel-sel ini mati dan membebaskan enzim-enzim hidrolisis yang kuat kesekitarnya.
b.      Eksudat campuran.

Campuran eksudat seluler dan nonseluler, dinamakan sesuai dengan campurannya. Misalnya, eksudat fibrinopurulen terdiri dari fibrin dan netrofil polimorfonuklear.

·         Peradangan granulamatosa.

Jenis radang ini ditandai dengan pengumpulan makrofag dalam jumlah besar dan pengelompokannya menjadi gumpalan nodular yang disebut granuloma.

Faktor yang Mempengaruhi Peradangan dan Penyembuhan

Seluruh proses peradangan bergantung pada sirkulasi yang utuh kedaerah yang terkena. Jadi, jika ada defisiensi suplai darah kedaerah yang terkena, maka proses peradangannya sangat lambat, infeksi yang menetap dan penyembuhan yang jelek. 

Banyak faktor yang mempengaruhi penyembuhan luka atau daerah cidera atau daerah peradangan lainnya, salah satunya adalah bergantung pada poliferasi sel dan aktivitas sintetik, khususnya sensitif terhadap defisiensi suplai darah lokal dan juga peka terhadap keadaan gizi penderita.

Penyembuhan juga dihambat oleh adanya benda asing atau jaringan nekrotik dalam luka, oleh adanya infeksi luka dan immobilisasi yang tidak sempurna. 

Komplikasi pada penyembuhan luka kadang-kadang terjadi saat proses penyembuhan luka. Jaringan parut mempunyai sifat alami untuk memendek dan menjadi lebih padat, dan kompak setelah beberapa lama. Akibatnya adalah kontraktur yang dapat membuat dareah menjadi cacat dan pembatasan gerak pada persendian.

Komplikasi penyembuhan yang kadang-kadang dijumpai adalah amputasi atau neuroma traumatik, yang secara sederhana merupakan poliferasi regeneratif dari serabut-serabut saraf kedalam daerah penyembuhan dimana mereka terjerat pada jaringan parut yang padat. 

Aspek Sistemik dari Peradangan

Demam adalah fenomena umum yang sering terjadi sejajar dengan proses peradangan lokal, yang manular maupun yang tidak manular. Penyebab demam adalah dilepaskannya pirogen endogendari netrofil dan makrofag. Zat-zat ini mempengaruhi pusat pengaturan suhu dihipotalamus. Hal lain yang mencolok yang mengikuti proses peradangan lokal adalah perubahan-perubahan hematologis yang biasa ditemukan. 

Rangsangan yang berasal dari pusat peradangan yang mempengaruhi proses pendewasaan (maturasi) dan pengeluaran leukosit dari sumsum tulang yang mengakibatkan kenaikan jumlah suatu leukosit, kenaikan ini disebut dengan leukositas. Pada cidera yang hebat, gejala berupa malaise, anoreksia dan ketidakmampuan melakukan sesuatu yang beratnya berbeda-beda, bahkan sampai tidak berdaya melakukan apapun.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar