Pengertian Peradangan
Bila
sel-sel atau jaringan tubuh mengalami cidera atau mati, selama hospes tetap
hidup, ada respon yang mencolok pada jaringan hidup disekitarnya, respon
tersebut itulah yang dinamakan dengan peradangan.
Secara
khusus, peradangan adalah reaksi vaskuler yang hasilnya merupakan pengiriman
cairan, zat-zat terlarut pada sel-sel dari sirkulasi darah ke jaringan-jaringan
interstisial pada daerah cidera atau nekrosis.
Etiologi Peradangan
Perjalanan
dari suatu proses peradangan (contoh:staphylococcus aureus).
Bila
staphylococcus aureusdimasukan kedalam kulit maka akan timbul kemerahan, nyeri
dan pembengkakan. Hal ini dinamakan suatu infiltrate peradangan (furunkel).
Bila
lekosit menang, satu rongga berisi nanah akan terbentuk, disebut abses yang
diagnosisnya ditegakan dengan adanya fluktuasi.
Nanah
adalah suatu cairan pekat yang berisi kuman yang hidup dan mati serta lekosit
yang hidup dan mati.
Sering
disertai nyeri dan demam. Ubi pus evacua (semua nanah harus dikeluarkan).
Bila
lekosit Kalah, mungkin akan timbul:
·
Limfangitis.
Suatu peradangan yang disertai
kemerahan dan nyeri pada pembuluh limfe yang berasal dari tempat peradangan
sampai pada kelenjar getah bening regional.
·
Flegmon.
Infiltrasi difus dari bakteri dan
granulosit yang menyebar dari tempat keseluruh jaringan disekitarnya.
·
Bakteremi
(sepsis).
Keadaan dimana bakteri menyebar
didalam aliran darah.
·
Emboli
septic.
Bagian thrombus yang terinfeksi oleh
bakteri yang terlepas dan dibawa oleh aliran darah ke tempat atau organ tubuh
lainnya.
·
Metastatis
septik.
Timbul apabila bakteri dari tempat
asal peradangan di transportasikan oleh aliran darah sehingga timbul abses baru
ditempat lain.
Radang yang disebabkan oleh ulangan
oleh kuman yang sama dapat menunjukkan 2 hal :
·
Radang disertai banyak eksudat dan
nekrosis.
·
Radang disertai daya fagositas
leukosit dan makrofag yang menigkat.
Radang yang terutama menunjukkan
banyaknya eksudat dan nekrosis dinamai radang alergik.
Reaksi alergi ini dapat
berlangsung sangat keras dan dapat merugikan. Radang yang menunjukkan
fagositosis sel yang mengikat akan cepa sembuh. Reaksi demikian dinamai reaksi
imum.
Pengaruh kartison pada radang
Kartison mengurangi kerasnya reaksi.
Eksudat berkurang, jumlah limfosit dan leukosit berkurang demikian pula daya
fagositosis sel-sel ini berkurang. Maka itu kartison terutama berfaedah pada
radang alergik, yaitu untuk mengurangi nekrosis yang terjadi. Akan tetapi pada
radang yang disebabkan kuman yang virulan, kartison ini berbahaya karena
memberi kesempatan pada kuman-kuman ini berproliferasi, menjadi banyak dan
meluas.
Kartison juga menghambat terjadinya
jaringan ikat, jadi menghambat terjadinya fibrosis. Kartison diberi pada
beberapa penyakit manahun sebagai pada arthritis manahun dan pada periarteritis
nodosa.
Radang kronik ( radang anahun) :
disebabkan olh kuman yang sukar dimusnahkan akan tetai yang menimbulkan reaksi
jaringan yang tidak keras. Reaksi menimbulkan sedikit cairan eksudat dan
sel-sel yang tampak ialah limfosit, sel-sel yang berasal dari histotiosit
sebagai makrofag, dan sel plasma. Sel makrofag sering berkumpul banyak sehingga
membentuk tuberkel, juga tampak banyak proliferasi fibroblas.
Karena itu banyak radang khronik
dinamai radang granulomatosa atau radang produktif. Di antara radang-radang
granulomatosa ini ialah tuberkulosis, syphilis, lepra, dan mycosis yang
disebabkan oleh fungus ( jamur). Pada tuberkulosis, sel histiosit
protoplasmanya menjadi jernih karena mengandung zat lipoid sehingga menyerupai
sel epitel, dinamai sel epiteloid. Histiosit ini sering tampak bersatu sehingga
menjadi sel datia.
Radang hati atau ginjal dapat
menyebabkan nekrosis sel-sel parenchym dan menyebabkan proliferasi
fibriblas sehingga sel-sel parenchym diganti oleh jaringan ikat, yang tentunya
tidak dapat menggantikan fungsi sel parenchym. Jaringan ikat ini kemudian dapat
berkontraksi sehingga mengubah bentuk alat tubuh bersangkutan. Appendix yang
fibrotik akibat radang sering disebut appendicitis yang manahun, tetapi
sebenarnya pada keadaan ini tidak ada “ itis “ lagi. Yaitu tidak ada radang,
tetapi hanya terdapat fibrosis akibat radang.
Gambaran
Mikroskopis Peradangan Akut
Peradangan
akut adalah respon langsung dari tubuh terhadap cideraatau kematian sel.
Gambaran mikroskopis peradangan sudah diuraikan 2000 tahun yang lampau dan
masih dikenal sebagai tanda-tanda pokok peradangan yang mencakup kemerahan
(rubor), panas (kalor), nyeri (dolor), dan pembengkakan (tumor).
Tanda
pokok yang kelima ditambahkan pada abad sekarang ini, yaitu perubahan fungsi
(function laesa).
·
Rubor (kemerahan).
Rubor
biasanya merupakan hal pertama yang terlihat pada daerah yang mengalami
peradangan. Waktu reaksi peradangan mulai timbul, maka arteriol yang mensuplai
daerah daerah tersebut melebar, dengan demikian lebih bannyak darah mengalir
kedalam mikrosirkulasi local. Kapiler-kapiler yang sebelumnya kosong atau
sebagian saja yang meregang dengan cepat akan terisi oleh darah. Keadaan ini yang
dinamakan hyperemia atau kongesti, menyebabkan warna merah lokal karena
peradangan akut. Timbulnya hyperemia pada permulaan reaksi peradangan diatur
oleh tubuh, baik secara neurogenik maupun secara kimia, melalui pengeluaran zat
seperti histamine.
·
Kalor (panas).
Kalor
terjadi bersamaan dengan kemerahan dari reaksi peradangan akut. Sebenarnya
panas merupakan sifat reaksi peradangan yang hanya terjadi pada permukaan
tubuh, yang dalam keadaan normal lebih dingin dari 370 C, yaitu suhu
dalam tubuh. Daerah peradangan pada kulit menjadi lebih panas dari
sekelilingnya, sebab darah (pada suhu 370 C) yang disalurkan tubuh ke permukaan daerah
yang terkena lebih lebih banyak dari pada yang disalurkan kedaerah normal.
Fenomena panas lokal ini tidak terlihat pada daerah-daerah yang terkena radang
jauh didalam tubuh, karena jaringan-jaringan tersebut sudah mempunyai suhu inti
370 C dan hyperemia tidak menimbulkan perubahan.
·
Dolor (nyeri).
Dolor
dari reaksi peradangan dapat disebabkan oleh beberapa hal, misalnya, bahan pH
lokal atau kongesti lokal ion-ion tertentu dapat merangsang ujung-ujung saraf.
Pengeluaran zat kimia tertentu seperti histamin atau zat kimia bioaktif lainnya
juga dapat merangsang sel-sel saraf. Selain itu, pembengkakan jaringan yang
meradang juga dapat mengakibatkan penigkatan tekanan lokal yang tanpa diragukan
lagi juga dapat menimbulkan nyeri.
·
Tumor (pembengkakan).
Segi
paling mencolok dari peradangan akut mungkin adalah pembengkakan lokal (tumor).
Pembengkakan ditimbulkan oleh pengiriman cairan dan sel-sel dari sirkulasi
darah kejaringan-jaringan interstisial. Campuran dari cairan dan sel yang
tertimbun paada daerah peradangan disebut eksudat, pada keadaan dini reaksi
peradangan , sebagian besar eksudat adalah cair, seperti yang terjadi pada lepuhan
yang disebabkan oleh luka bakar ringan. Kemudian sel-sel darah putih atau
leukosit meninggalkan aliaran darah dan tertimbun sebagai bagian dari eksudat.
·
Function laesa (perubahan fungsi).
Adalah
reaksi peradangan yang telah dikenal, sepintas lalu mudah dimengerti, mengapa
bagian yang bengkak, nyeri disertai denagn sirkulasi abnormal dan lingkungan
kimiawi yang abnormal, berfungsi juga secara abnormal. Namun sebetulnya kita
tidak mengetahui secara mendalam dengan cara apa fungsi jaringan yang meradang
itu terganggu.
Aspek
Cairan pada Peradangan
Biasanya
dinding saluran darah yang terkecil (kapiler dan venula) memungkinkan
molekul-molekul kecil lewat, tetapi akan menahan molekul-molekul yang besar
seperti protein plasma untuk tetap didalam lumen pembuluh. Sifat pembuluh yang
semipermeabel ini menyebabkan gaya osmotik yang cenderung untuk menahan cairan
dalam pembuluh. Hal ini juga diimbangi oleh dorongan keluar dari tekanan
hidrostatik didalam pembuluh. Pergeseran cairan dalam reaksi peradangan sangat
cepat.
Eksudat dari peradangan luka bakar akibat cidera termal mengandung
protein plasma yang cukup berarti. Jadi, peristiwa penting dari peradangan akut
adalah perubahan permeabilitas pembuluh-pembuluh yang sangat kecil yang
menyebabkan kebocoran protein dan diikuti pergeseran keseimbangan osmotik dan
air keluar bersama protein, sehingga menimbulkan pembengkakan jaringan.
Dilatasi arteriol yang menimbulkan hiperemia lokal dan kemerahan juga
mengakibatkan kenaikan tekanan intravaskuler lokal, karena pembuluh darah
penuh.
Dalam
sistem limfatik, biasanya ada penembusan lambat cairan interstisial kedalam
saluran limfe jaringan dan limfe yang terbentuk dibawa kesentral dalam badan
dan bergabung kembali kedarah vena. Daerah yang terkena radang biasanya terjadi
kenaikan yang mencolok pada aliran limfe daerah tersebut. Selama peradangan
akut, tidak hanya aliran limfe yang bertambah, tetapi kandungan protein dan sel
dari cairan limfe juga bertambah dengan cara yang sama seperti pada sistem
vaskuler darah.
Tetapi
sebaliknya, bertambahnya aliran bahan-bahan melalui pembuluh limfe
menguntungkan, karena cenderung mengurangi pembengkakan jaringan yang meradang
dengan mengosongkan sebagian dari eksudat.
Bila
pembuluh limfe terkena radang, disebut dengan limfangitis dan jika kelenjar
limfe yang terkena radang, maka disebut dengan limfadenitis. Limfadenitis
regional sering menyertai peradangan, salah satu contoh yang terkenal adalah pembesaran
kelenjar limfe servikal, yang nyeri terlihat pada tonsillitis.
Aspek
Seluler pada Peradangan
·
Marginal dan Emigrasi.
Pada
awal peradangan akut, waktu arteriol berdilatasi, aliran darah radang
bertambah, namun sifat aliran darah segera berubah. Hal ini disebabkan karena
cairan bocor keluar dari mikrosirkulasi yang permeabilitasnya bertambah.
Sejumlah besar dari eritrosit, trombosit dan leukosit ditinggalkan, dan
viskositas naik, sirkulasi didaerah yang terkena radang menjadi lambat. Hal
menyebabkan leukosit akan mengalami marginasi, yaitu bergerak kebagian arus
perifer sepanjang aliran pembulh darah, dan mulai melekat pada endotel.
Akibatnya pembuluh darah tampak seperti jalan berbatu, peristiwa ini disebut
dengan emigrasi.
·
Kemotaksis.
Pergerakan
leukosit pada interstisial dari jaringan yang meradang, waktu mereka sudah
beremigrasi, merupakan gerakan yang bertujuan. Hal ini disebabkan adanya sinyal
kimia. Fenomena ini disebut dengan kemotaksis.
Mediator
peradangan.
Banyak substansi yang dikeluarkan
secara endogen, yang dikenal dengan substansi dari peradangan.
Mediator
dapat digolongkan kedalam beberapa kelompok:
a. Amina
vasoaktif.
b. Substansi
yang dihasilkan oleh sistem enzim plasma.
c. Metabolit
asam arakhidona.
d. Berbagai
macam produk sel.
·
Histamine.
Amina vasoaktif yang terpenting adalah histamin,
yang mampu menghasilkan vasodilatasi dan penigkatan permeabilitas vaskuler.
Sebagian besar histamin disimpan dalam sel mast yang tersebar luas dalam tubuh.
·
Factok-faktor plasma.
Plasma
darah adalah sumber yang kaya akan sejumlah mediator penting. Agen utama yang
mengatur sistem ini adalah faktor Hageman (faktor XII), yang berada dalam
plasma, dalam bentuk tidak aktif dan dapat diaktifkan oleh berbagai cidera.
·
Metabolit asam arakhidonat.
Berasal dari banyak fosfolipid membrane sel, ketika
fosfolipid diaktifkan oleh cidera atau mediator lain. Asam arakhidonat dapat
dimetabolisasikan dalam dua jalur yang berbeda, yaitu jalur siklooksigenase dan
jalur lipoksigenase, menghasilkan sejumlah prostaglandin, trombokson dan
leukotrin.
Jenis
dan Fungsi Leukosit
·
Granulosit.
Granulosit terdiri dari netrofil,
eosinofil dan basofil, masing-masing memiliki granula dalam sitoplasma.
Sel-sel pertama yang timbul dalam
jumlah besar didalam eksudat adalah netrofil. Netrofil mampu bergerak aktif
seperti amoeba dan mampu menelan berbagai zat (fagositosis).
Eosinofil memberikan respon
terhadap rangsangan kemotaktik khas
tertentu pada reksi alergi dan mengandung zat-zat yang toksik terhadap
parasi-parasit tertentu dan zat-zat yang memperantarai peradangan.
Basofil berasal dari sumsum tulang
seperti granulosit lainnya. Basofil darah dan sel mast jaringan dirangsang
untuk melepaskan kandungan granulanya kedalam lingkungan sekitarnya pada
berbagai keadaan cidera, baik rekasi imunologis maupun reaksi nonspesifik.
·
Monosit.
Merupakan
bentuk monosit yang berbeda dari granulosit, karena susunan morfologi intinya
dan sift sitoplasmanya yang relatif agranular. Sel yang sama, yang terdapat
dalam pembuluh darah disebut juga dengan monosit, dan jika terdapat dalam
eksudat, disebut dengan makrofag.
Makrofag
mempunyai fungsi yang sama denganfugsi netrofil polimorfonuklear, dimana
makrofag adalah sel yang bergerak aktif yang memberi respon terhadap
rangsang kemotaksis, fagosit aktif dan
mampu mematikan serta mencerna berbagai agen.
·
Limfosit.
Umumnya
terdapat pada eksudat dalam jumlah yang sangat kecil, dalam waktu yang cukup
lama, yaitu sampai reaksi peradangan menjadi kronik.
Leukosit
yang telah dimobilisasi tidak hanya menangkap mikroba yang menyerbu, tetapi
juga menghancurkan sisa jaringan hingga proses perbaikan dapat dimulai.
Bentuk
Peradangan
·
Eksudat nonseluler.
a. Eksudat
serosa.
Jenis
eksudat nonseluler yang paling sederhana adalah eksudat serosa, yang pada
dasarnya terdiri dari protein yang bocor dari pembuluh-pembuluh darah saat
radang. Contoh eksudat serosa adalah cairan luka melepuh. Pengumpulan yang
disebabkan oleh tekanan hidrostatik, bukan disebabkan oleh peradangan, disebut
dengan transudat.
b. Eksudat
fibrinosa.
Terbentuk
jika protein yang dikeluarkan dari pembuluh dan terkumpul pada daerah
peradangan yang mengandung banyak fibrinogen. Eksudat fibrinosa sering dijumpai
diatas permukaan serosa yang meradang.
c. Eksudat
misinosa.
Jenis eksudat ini hanya dapat terbentuk diatas
membrane mukosa, dimana terdapat sel-sel yang dapat mensekresi musin. Eksudat
ini merupakan sekresi sel, bukan dari bahan yang keluar dari pembuluh darah.
Contoh eksudat ini adalah pilek yang disertai berbagai infeksi pernapasan
bagian atas.
·
Eksudat seluler.
a. Eksudat
netrofilik.
Disebut
juga dengan purulen yang terbentuk akibat infeksi bakteri. Infeksi bakteri
sering menyebabkan konsentrasi netrofil yang luar biasa tingginya didalam
jaringan, banyak dari sel-sel ini mati dan membebaskan enzim-enzim hidrolisis
yang kuat kesekitarnya.
b. Eksudat
campuran.
Campuran
eksudat seluler dan nonseluler, dinamakan sesuai dengan campurannya. Misalnya,
eksudat fibrinopurulen terdiri dari fibrin dan netrofil polimorfonuklear.
·
Peradangan granulamatosa.
Jenis
radang ini ditandai dengan pengumpulan makrofag dalam jumlah besar dan
pengelompokannya menjadi gumpalan nodular yang disebut granuloma.
Faktor
yang Mempengaruhi Peradangan dan Penyembuhan
Seluruh
proses peradangan bergantung pada sirkulasi yang utuh kedaerah yang terkena.
Jadi, jika ada defisiensi suplai darah kedaerah yang terkena, maka proses
peradangannya sangat lambat, infeksi yang menetap dan penyembuhan yang jelek.
Banyak
faktor yang mempengaruhi penyembuhan luka atau daerah cidera atau daerah
peradangan lainnya, salah satunya adalah bergantung pada poliferasi sel dan
aktivitas sintetik, khususnya sensitif terhadap defisiensi suplai darah lokal
dan juga peka terhadap keadaan gizi penderita.
Penyembuhan
juga dihambat oleh adanya benda asing atau jaringan nekrotik dalam luka, oleh
adanya infeksi luka dan immobilisasi yang tidak sempurna.
Komplikasi
pada penyembuhan luka kadang-kadang terjadi saat proses penyembuhan luka.
Jaringan parut mempunyai sifat alami untuk memendek dan menjadi lebih padat,
dan kompak setelah beberapa lama. Akibatnya adalah kontraktur yang dapat
membuat dareah menjadi cacat dan pembatasan gerak pada persendian.
Komplikasi
penyembuhan yang kadang-kadang dijumpai adalah amputasi atau neuroma traumatik,
yang secara sederhana merupakan poliferasi regeneratif dari serabut-serabut
saraf kedalam daerah penyembuhan dimana mereka terjerat pada jaringan parut
yang padat.
Aspek
Sistemik dari Peradangan
Demam
adalah fenomena umum yang sering terjadi sejajar dengan proses peradangan
lokal, yang manular maupun yang tidak manular. Penyebab demam adalah
dilepaskannya pirogen endogendari netrofil dan makrofag. Zat-zat ini
mempengaruhi pusat pengaturan suhu dihipotalamus. Hal lain yang mencolok yang
mengikuti proses peradangan lokal adalah perubahan-perubahan hematologis yang
biasa ditemukan.
Rangsangan
yang berasal dari pusat peradangan yang mempengaruhi proses pendewasaan
(maturasi) dan pengeluaran leukosit dari sumsum tulang yang mengakibatkan
kenaikan jumlah suatu leukosit, kenaikan ini disebut dengan leukositas. Pada
cidera yang hebat, gejala berupa malaise, anoreksia dan ketidakmampuan
melakukan sesuatu yang beratnya berbeda-beda, bahkan sampai tidak berdaya
melakukan apapun.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar