Defisiensi imun ialah fungsi system imun yang meurun
atau tidak berfungsi dengan baik. Secara
garis besar defisiensi imun dibagi menjadi dua golongan, yaitu defisiensi
kongenital dan defisiensi imun dapatan.
Difesiensi imun congenital atau defisiensi imun
primer disebabkan oleh kelainan respon imun bawaan yang dapat berupa kelainan
dari system fagosit dan komplemen atau kelainan dalam deferensiasi fungsi
limfosit. Sedangkan Defisiensi imun dapatan disebabkan oleh berbagai faktor
antara lain infeksi virus yang dapat merusak sel limfosit, malnutrisi,
penggunaan obat-obat sitotoksik dan kortikosteroid, serta akibat penyakit
kanker seperti pengakit Hodgkin, leukemia, myeloma, limfositik kronik dal
lain-lain.
Defisiensi Imun muncul ketika satu atau lebih
komponen sistem Imun tidak aktif, kemampuan sistem Imun untuk merespon patogen
berkurang pada baik golongan muda dan golonga tua, respon imun berkurang pada
usia 50 tahun, respon juga dapat terjadi karena penggunaan Alkohol dan narkoba
adalah akibat paling umum dari fungsi imun yang buruk, namun, kekurangan
nutrisi adalah akibat paling umum yang menyebabkan difisiensi imun di negara
berkembang. Diet kekurangan cukup protein berhubungan dengan gangguan imunitas
selular, aktivitas komplemen, fungsi fagosit, konsentrasi antibody, IgA dan
produksi sitokin, Defisiensi nutrisi seperti zinc, Selenium, zat besi, tembaga,
vitamin A, C, E, B6 dan asam folik (vitamin B9) juga mengurangi respon imun.
Difisiensi imun juga dapat didapat dari chronic
granulomatus disease (penyakit yang menyebabkan kemampuan fagosit untuk
menghancurkan fagosit berkurang), contohnya: Aids dan beberapa tipe kanker.
Defisiensi imun dapat dibagi menjadi :
1. Defesiensi
imun non spesifik.
a. Defisiensi
komplemen.
Berhubungan
dengan peningkatan insiden infeksi atau penyakit autoimun Lupus Eritematosis
Sistemik (LES). Defisiensi komplemen dapat menimbulkan berbagai akibat seperti
infeksi bakteri yang rekuren, peningkatan sensitivitas terhadap penyakit
autoimun. Kebanyakan defisiensi komplemen adalah herediter.
·
Defisiensi komplemen kongenital.
Biasanya
mengakibatkan infeksi yang berulang atau penyakit kompleks imun seperti LES.
·
Defisiensi komplemen fisiologik.
Defisiensi
Ck, C7, dan C8 menimbulkan peningkatan kerentanan terhadap septikemi meningokok
dan gonokok oleh karena lisis melalui jalur komplemen merupakan mekanisme
kontrol utama. Defisiensi komplemen fisiogenik hanya ditemukan pada neonatus
yang disebabkan karena kadar C3, C5, dan faktor B yang masih rendah.
·
Defisiensi komplemen didapat.
Disebabkan
oleh depresi sintesis, misalnya pada sirosis hati dan malnutrisi protein/kalori.
b. Defisiensi
interferon (IFN) dan lisozim.
·
Defisiensi IFN congenital.
Dapat menimbulkan
infeksi mononukleosis yang fatal.
·
Defisiensi IFN dan lisozim didapat.
Dapat
ditemukan pada malnutrisi protein / kalori.
c. Defisiensi
NK.
·
Defisiensi kongenital.
Terjadi
pada penderita dengan osteopetrosis (defek osteoklas dan monosit). Kadat IgG,
IgA, dan kekerapak antibodi biasanya meningkat.
·
Defisiensi didapat.
Terjadi
akibat imunosupresi atau radiasi.
d. Defisiensi
sistem fagosit.
Fagosit
dapat menghancurkan mikroorganisme dengan atau tampa bantuan komplemen.
Defisiensi fagosit sering disertai dengan infeksi berulang.
·
Defisiensi kuantitatif.
Merupakan
fenomena autoimun akibat pemberian obat tertentu yang dapat memacu produksi
antibodi dan berfungsi sebagai opsonin neutrofil normal.
·
Defisiensi Kualitatif.
Dapat
mengenai fungsi fagosit seperti kemotaksis, menelan atau membunuh mikroba
intraselular.
2. Defisiensi
Imun Spesipik.
a. Defisiensi
imun kongental atau primer.
·
Defisiensi imun primer B.
Dapat
berupa gangguan perkembangan pada sel B. Berbagai akibat dapat ditemukan
seperti tidak adanya semua Ig atau atu kelas atau subkelas. Penderita dengan
defisiensi semua jenis IgG akan lebih mudah menjadi sakit dibanding dengan yang
hanya menderita defisiensi Ig tertentu saja.
·
Defisiensi imun primer sel T.
Penderita
dengan defisiensi sel T kongenital sangat rentan terhadap infeksi virus, jamur,
dan protozoa. Oleh karena sel T juga berpengaruh pada sel B, maka defisiensi
sel t disertai lupa gangguan produksi Ig yang nampak dan tidak adanya respons
terhadap vaksinasi dan seringnya terjadi infeksi.
·
Defisiensi sel B dan dan sel.
b. Defisiensi
imun spesifik fisiologik.
a. Kehamilan.
Defisiensi
imun selular dapat ditemukan pada kehamilan. Keadaan ini mungkin diperlukan
untuk kelangsungan hidup fetus yang merupakan allograft dengan antigen
paternal.
b. Usia
tahun pertama.
Sistem
imun pada usia satu tahun pertama sampai usia 5 tahun masih belum matang.
Meskipu neonatus menunjukkan jumlah sel T yang tinggi, semuanya berupa sel naif
dan tidak memberikan respons yang adekuat terhadap antigen.
c. Usia
lanjut.
Disebabkan
oleh karena terjadi atrofi timus, fungsi timus menurun. Akibat invusi timus,
jumlah sel T naif dan kualitas respons sel T makin berkurang. Jumlah sel T
memori meningkat tetapi mungkin sulit untuk berkembang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar